JAKARTA, HARIANAKSARA.NET, Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam sengketa Pilkada Minahasa Utara kembali menuai kritik. Salah satu suara lantang datang dari Michael, yang menyoroti kurangnya transparansi dan akuntabilitas dalam proses peradilan di MK.

Menurut Michael, seharusnya MK lebih terbuka dalam menyampaikan pertimbangan hukum yang mendasari setiap keputusan. Ia mempertanyakan mengapa putusan sela yang sebelumnya dikabulkan tidak dijadikan dasar dalam putusan akhir. “Kenapa MK tidak membaca putusan sela yang dikabulkan? Mereka seenaknya saja. Sekarang kita tidak tahu alasan mereka meloloskan permohonan-permohonan tersebut,” tegasnya.

Michael juga menyoroti bahwa putusan MK seharusnya dibacakan dalam sidang yang terbuka untuk umum, sebagaimana diatur dalam prinsip peradilan yang transparan. “Di mana-mana, putusan itu harus dibacakan dalam sidang yang dinyatakan terbuka untuk umum. Jika pertimbangan hukumnya tidak diungkap ke publik, maka itu sama saja tidak transparan dan tidak akuntabel,” tambahnya.

Seorang ilmuwan hukum dan praktisi yang turut menanggapi polemik ini menegaskan bahwa meskipun kewenangan MK harus dihormati, ke depannya lembaga tersebut perlu lebih teliti dalam menilai bukti dan memperkuat argumentasi hukum dalam setiap putusan. “Jangan sampai karena terlalu banyak perkara yang ditangani, pertimbangan hukum dalam putusan MK menjadi tidak konsisten dan kurang memperhatikan bukti yang diajukan,” ujarnya.

Dengan putusan ini, pasangan Melky Pangemanan dan Christian Kamagi harus menerima hasil sengketa Pilkada Minahasa Utara. Namun, kritik terhadap mekanisme peradilan tetap menjadi perhatian. Harapan pun disampaikan agar MK dapat lebih memprioritaskan kualitas putusan yang adil, objektif, dan transparan demi menjaga kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan tertinggi ini.

By Admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *