JAKARTA HARIANAKSARA.NET – Pemerintah terus memperkuat koordinasi dalam menghadapi risiko bencana banjir dan kekeringan, khususnya di wilayah Jabodetabek. Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Pratikno memimpin Rapat Terbatas Menteri (RTM) tentang Penanganan dan Pengurangan Risiko Bencana Banjir di Ruang Rapat Lantai 14 Kemenko PMK, Jakarta, Kamis (27/3/2025).

Dalam pertemuan ini, hadir sejumlah pejabat tinggi, termasuk Gubernur DKI Jakarta, perwakilan dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Banten, serta kementerian terkait seperti Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), dan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG).
Strategi Komprehensif dari Hulu ke Hilir

Menko PMK Pratikno menegaskan bahwa penanganan banjir dan kekeringan harus dilakukan secara lebih sinergis dan komprehensif. “Kita tidak bisa menangani masalah ini secara biasa-biasa saja. Jika dibiarkan, dampaknya akan semakin besar di masa mendatang,” ujarnya.
Forum ini menyepakati pembentukan tim khusus yang bertugas merumuskan langkah-langkah konkret di lapangan serta melakukan monitoring dan evaluasi secara berkala. Ketua tim ini ditunjuk dari Kementerian PUPR, dengan anggota terdiri dari pejabat eselon satu dari berbagai kementerian dan pemerintah daerah.
“Kita harus punya strategi jangka pendek, menengah, dan panjang. Tahun ini apa yang bisa dikerjakan? Tahun depan siapa yang bertanggung jawab? Kapan selesai? Ini harus jelas,” tambah Pratikno.
Penyelesaian Infrastruktur Pengendali Banjir
Menteri PUPR yang turut hadir dalam rapat ini menjelaskan bahwa kementeriannya telah melakukan pertemuan dengan tiga gubernur (DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten) untuk membahas penanganan banjir Jabodetabek-Punjur. Fokus utama saat ini adalah penyelesaian tanggul di Jakarta dan Bekasi.
“Hingga saat ini, DKI Jakarta masih menyisakan 16,5 km tanggul yang harus diselesaikan, sedangkan Bekasi memerlukan 19,6 km. Pemerintah pusat dan daerah sudah sepakat untuk bekerja sama dalam penyelesaiannya,” ujar perwakilan Kementerian PUPR.
Selain itu, tim teknis juga akan merancang peta jalan mengenai siapa yang bertanggung jawab atas pelaksanaan proyek-proyek pengendalian banjir dan kapan target penyelesaiannya. “Monitoring pelaksanaan akan menjadi fokus utama kami agar program ini berjalan efektif,” tambahnya.
Mitigasi Cuaca dan Rekayasa Teknologi
Sementara itu, BMKG menyampaikan prediksi cuaca terbaru. Menurut BMKG, wilayah Jabodetabek diperkirakan akan mengalami hujan ringan hingga sedang pada periode 25 Maret – 1 April 2025. Namun, potensi hujan lebat yang dapat meningkatkan risiko banjir akan terjadi pada 28 Maret – 1 April 2025.

Sebagai langkah mitigasi, BNPB bersama TNI dan Pemprov Jawa Barat telah menyepakati pelaksanaan rekayasa cuaca sejak 27 Maret. “Pesawat TNI akan diterbangkan untuk penyemaian awan di siang hari, sementara BNPB akan melakukan operasi serupa di malam hari,” jelas Kepala BNPB, Letjen TNI Suharyanto.
Langkah ini dinilai efektif, mengingat dalam periode 10–20 Maret lalu, rekayasa cuaca berhasil mengurangi dampak hujan ekstrem di beberapa wilayah. “Jika prediksi BMKG menunjukkan cuaca berbahaya, kita akan kembali melakukan rekayasa cuaca untuk mencegah bencana,” tambahnya.
Rehabilitasi dan Penataan Hulu Sungai
Selain penanganan di hilir, pemerintah juga berfokus pada perbaikan daerah hulu, khususnya di kawasan Puncak, Bogor. Salah satu langkah yang tengah dirancang adalah penghijauan kembali kawasan Puncak dengan menata ulang villa-villa dan tempat wisata yang berdiri di daerah resapan air.
“Kami akan merumuskan kebijakan terkait pengelolaan daerah hulu agar lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan,” kata Pratikno.

Sementara itu, Kepala BMKG, Prof. Dwikorita Karnawati, menyoroti ancaman banjir rob di wilayah pesisir utara Jawa akibat pasang maksimum bulan Maret ini. “Kami telah berkoordinasi dengan Kementerian Perhubungan dan kepolisian untuk mengantisipasi dampaknya terhadap aktivitas pelabuhan dan penyeberangan,” ujarnya.
Kesadaran Masyarakat Kunci Mitigasi Bencana
Pemerintah juga mengingatkan pentingnya kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana. Kepala BNPB menegaskan bahwa masyarakat harus lebih sadar terhadap potensi risiko di daerahnya masing-masing.
“Kami sudah memiliki program Desa Tangguh Bencana, serta pendanaan dari Bank Dunia untuk meningkatkan kapasitas mitigasi bencana. Masyarakat di daerah rawan harus lebih siap dan segera bertindak jika ada peringatan dini dari BMKG,” ungkapnya.
Dengan sinergi yang kuat antara pemerintah pusat, daerah, dan masyarakat, diharapkan risiko bencana banjir dan dampaknya dapat diminimalkan secara signifikan.