HARIANAKSARA.NET, Jakarta (3/11) – Indonesia Youth Sustainability Forum (IYSF) 2025 yang telah diselenggarakan pada 18 Oktober lalu dihadiri oleh lebih dari 5.000 peserta, yang hadir secara langsung maupun secara daring. Berbagai respon positif datang dari para peserta IYSF 2025.
Peserta merasa forum ini dapat membawa pencerahan terkait isu-isu sustainability terutama kaitannya dengan perubahan iklim dan gaya hidup berkelanjutan. Seperti yang dirasakan oleh Anju, salah satu peserta IYSF 2025 mewakili AIESEC Indonesia. Ia merasa banyak belajar mengenai sustainability dengan cara yang menyenangkan.
“Menurutku IYSF 2025 itu empowering banget ya karena kita bisa dapat space dimana anak muda bisa mendengarkan perspektif yang banyak dari berbagai narasumber. It’s very an eye opening session, kita bisa berdikusi, dan mulai bisa memikirkan apa yang kita lakukan untuk mencapai sustainability,” ungkapnya.
IYSF 2025 mengusung tema From Passion to Action, Youth Shaping Net Zero Future, dihadiri pula oleh lebih dari 15 narasumber yang sebagian besar terdiri dari pemuda yang sudah mulai melakukan aksi untuk mewujudkan hidup yang lebih berkelanjutan. IYSF 2025 dibuka dengan pidato dari Nadia Habibie, Executive Board Secretary The Habibie Center. Nadia Habibie didapuk sebagai IYSF Advocate 2025, untuk memotivasi pemuda untuk melakukan hal-hal kecil dari sekarang untuk dapat mewujudkan gaya hidup ramah lingkungan.
“Tema tahun ini From Passion to Action, Youth Shaping Our Net Zero Future sangat relevan karena sejatinya perjalanan menuju net zero bukan hanya tentang mengurangi emisi namun juga tentang bagaimana kita membangun kesejahteraan baru dengan cara yang lebih bersih, adil, dan sustainable,” ujar Nadia.
IYSF 2024 menyajikan 4 panel diskusi yang mengangkat topik transisi energi, peluang pertumbuhan ekonomi dengan arah dunia yang bergerak menuju nol emisi, pengaruh budaya dan kreativitas terhadap hidup yang berkelanjutan, serta bagaimana mewujudkan hidup berkelanjutan dengan aksi nyata. Keempat topik diskusi tersebut diharapkan dapat meningkatkan kesadaran serta mendorong perubahan perilaku untuk menerapkan gaya hidup yang ramah lingkungan untuk menciptakan keberlanjutan.
Banyak inspirasi yang didapatkan oleh peserta IYSF 2025 dari aksi nyata dan inisiatif para pembicara. Chynthia Lestari, inisiator gerakan Lyfe with Less menyampaikan bahwa sustainability bukan sekedar tren tetapi kedaruratan di tengah gempuran industri serba cepat yang banyak menghasilkan emisi. Chyntia menawarkan solusi sederhana yang dapat dilakukan semua orang yaitu memilah barang atau decluttering. Lyfe with less mengajak masyarakat untuk menerapkan mindful consumption melalui program bersaling-silang.
“Karena masyarakat urban itu suka shopping, kita bikin experience mindful consumption dengan berbelanja tapi nggak pakai uang tapi pakai barang bekas. Konsepnya adalah kalian beri barang bekas yang kalian nggak gunakan kemudian akan dikurasi, dan kalian juga bisa menggunakan barang bekas orang lain yang bisa digunakan atau sedang dibutuhkan. Kita bisa saling memperpanjang masa penggunaan barang. Melalui bersaling silang masyarakat urban bisa mendapatkan pengalaman berbelanja tapi juga sekaligus dapat menjalankan gaya hidup berkelanjutan,” jelas Chyntia.
Mindful consumption tidak hanya dapat direalisasikan dengan lebih bijak berbelanja namun juga bagaimana kita mengelola pangan lokal untuk kebutuhan sehari-hari. Dennis Guido, Founder Sitoloka Foundation yang juga dikenal sebagai content creator melalui akun @naktekpang. Dennis menyampaikan bahwa cara kita mendapatkan dan mengelola makanan berdampak langsung pada isu lingkungan. Sistem pangan menyumbang 30% dari dampak iklim global.
Dalam panel diskusi topik Empowering Culture and Creativity to Drive Indonesia’s Sustainability, Dennis memperkenalkan Planetary Health Diet yaitu pola makan yang dirancang untuk menyehatkan tubuh sambil melindungi planet. Konsep planetary health diet meliputi lebih banyak sayuran, biji-bijian, kacang-kacangan, mengonsumsi protein hewani secukupnya, memproduksi makanan yang lebih rendah emisi dan limbah, serta meminimalkan makanan ultra process food.
“Melalui konsep planetary health diet, kita diajak untuk kembali ke pangan lokal. Ternyata makanan tradisional dari nenek moyang kita itu justru itu yang terbaik dari segi nutrisi hingga pengolahannya yang rendah emisi. Sekarang tantangan global itu diversifikasi pangan, yang terjadi saat ini di Indonesia masih monokultur yaitu beras. Padahal banyak di Indonesia ini yang dapat kita dapatkan,” ungkap Dennis.
Inisiatif gaya hidup berkelanjutan tidak hanya ditunjukkan melalui aktivitas konsumsi, namun juga bisa diterapkan dalam akses mobilitas sehari-hari seperti yang dilakukan oleh Bike2Work Indonesia. Bike2Work Indonesia merupakan komunitas dan gerakan nasional yang mendorong penggunaan sepeda sebagai alat bepergian. Gerakan ini untuk mendorong gaya hidup sehat, hemat, dan ramah lingkungan.
Program Director Bike2Work Indonesia, Dimas Gilang Pamungkas membagikan kiat bagaimana sebuah gerakan akar rumput dapat bertahan lama, menciptakan dampak, dan mendorong perubahan perilaku masyarakat.
“Ada dua kunci Bike2Work Indonesia bisa bertahan lama yaitu konsistensi dan integritas. Kita harus terus berjuang untuk masyarakat kita yang sudah terbiasa dengan car-centric dimana mobil atau kendaraan pribadi jadi alat mobilisasi. Kita mau memberikan contoh bahwa dengan bersepeda selain bisa menjadi alat mobilitas juga menjadi investasi untuk kesehatan dan lingkungan,” ujar Dimas saat mengisi sesi panel diskusi Building Sustainable Impact Through Tangible Changes.
Melalui IYSF 2025 diharapkan peran pemuda semakin strategis dalam pengarusutamaan implementasi rendah karbon yang dapat dipraktikan sehari-hari untuk menuju Indonesia yang lebih berkelanjutan.
