Jakarta, HARIANAKSARA.NET – Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) menggelar Diskusi Hukum dan HAM Ke-38 dengan tema “Menuntut Hak Atas Pemulihan Bagi Korban TPPO” di Sadjoe Cafe and Resto, Jakarta, pada Rabu, 3 Juli 2024. Acara ini menghadirkan sejumlah narasumber terkemuka seperti Irjen Asep Edi Suheri (Ketua Satgas TPPO Polri), Wiwin Warsiating (Kabar Bumi), Wawan Fahrudin (LPSK), Pahrur Roji (DNT Lawyer), Julius Ibrani (PBHI), Wahyu Susilo (Migrant Care), dan Gina Sabrina (Pemapar).

Pahrur Roji Dalimunthe dari DNT Lawyers, dalam wawancaranya dengan media, menjelaskan bahwa paradigma penegakan hukum terkait TPPO seharusnya berfokus pada pemulihan hak korban sesuai dengan konvensi PBB. Dia menekankan bahwa meskipun ada peningkatan dalam penegakan hukum terhadap TPPO, pemulihan korban masih sangat rentan. Pada tahun 2010, restitusi korban TPPO hanya mencapai Rp7 miliar, namun pada tahun 2023 melonjak menjadi Rp200 miliar. Hal ini menunjukkan adanya kemajuan yang perlu diapresiasi.

Pahrur juga mengapresiasi upaya pemerintah dalam memulai paradigma pemulihan hak korban, baik melalui mekanisme restitusi maupun pendampingan psikologis. Namun, dia menyoroti bahwa kompensasi bagi korban yang seharusnya diwajibkan oleh konvensi internasional belum sepenuhnya dilaksanakan oleh negara.

Menurut Pahrur, bisnis TPPO sangat menggiurkan karena berada dalam area gelap yang sulit dilacak, serta korban-korbannya sering kali tidak memiliki akses terhadap komunikasi dan bantuan. Situasi ini memudahkan pihak-pihak tidak bertanggung jawab untuk beroperasi tanpa terdeteksi.

Dalam diskusi tersebut, Pahrur juga membandingkan upaya pencegahan TPPO di Indonesia dengan Filipina, di mana setiap desa di Filipina memiliki desk pelatihan dan penempatan kerja untuk mencegah warga desa dari terjerat TPPO melalui agen-agen tidak resmi.

Menutup wawancaranya, Pahrur menekankan pentingnya acara seperti ini yang mengedepankan hak-hak korban TPPO. Dia berharap ke depannya polisi dapat menangkap lebih banyak pelaku sekaligus memastikan pemulihan hak-hak korban, sebagaimana yang dilakukan oleh KPK dan Kejaksaan dalam mengembalikan kerugian negara akibat korupsi.

“Selama ini, fokus lebih banyak pada jumlah pelaku yang ditangkap, namun perlu juga ada perhatian serius pada pemulihan hak korban. Sama halnya dengan korupsi, di mana korban adalah negara, pada TPPO korbannya adalah manusia,” pungkasnya.

By Admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *